Departemen Ilmu Komunikasi Unand Gelar Kuliah Umum Kebijakan dan Tantangan Penyiaran dan Perfilman di Era Digital

 

Padang, (30/09/2024). Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UNAND menggelar Kuliah Umum dengan tema “Kebijakan dan Tantangan Penyiaran dan Perfilman di Era Digital”. Kuliah umum ini menghadirkan Dr. Naswardi, M.M., M.E selaku Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia periode 2024-2028, Ubaidillah, S.Ag., M.Pd selaku Ketua KPI Pusat 2022-2025, dan Yuliandre Darwis, Ph.D sebagai dosen, produser film, sekaligus Ketua KPI Pusat 2016-2019. Kuliah umum ini dilaksanakan di Gedung Serba Guna (GSG) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Kuliah umum ini merupakan satu dari rangkaian kegiatan dalam rangka Dies Natalis ke-17 tahun Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Unand. Kegiatan ini menarik antusias terutama datang dari dosen dan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi berbagai kampus di wilayah Sumatera Barat. Dipandu M.A Dalmenda, S.Sos., M.Si, kuliah umum diawali oleh Ubaidillah. Pada kesempatan pertama, beliau menyampaikan mengenai profil Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, kemudian tugas dan tanggung jawab KPI, landasan hukum yang menaungi aktivitas yang dilaksakanan KPI, hingga tantangan yang tengah dihadapi oleh KPI hari ini.

Hal menarik yang disampaikan oleh Ketua KPI periode 2022-2025 ini adalah dunia penyiaran mengalami perkembangan yang begitu pesat. Keberadaan media baru (new media) menjadi pendorong utama yang menyebabkan penyiaran meluas. Definisi penyiaran yang tertuang pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 belum mengakomodir penyiaran yang dimotori oleh media baru. Hari ini, media-media di ranah digital sudah mengambil peran penyiaran yang pada akhirnya semakin dirasakan oleh masyarakat luas. KPI menyadari perubahaan tersebut dan berupaya menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia penyiaran. KPI bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok peraturan baru yang nantinya dapat menaungi aktivitas penyiaran yang merambat ke wilayah media baru.

Naswardi menjadi pembicara selanjutnya dengan membawakan uraian materi mengenai Lembaga Sensor Film (LSF), baik profil, tugas dan tanggung jawab, landasan hukum LSF, hingga hal-hal yang tengah menjadi fokus perhatian LSF. Kepada hadirin, Ketua LSF periode 2024-2028 ini mengimbau untuk mengambil bagian dari kampanye literasi media.  Menurutnya, setiap konten film dan iklan film yang ditayangkan memiliki kategori penontonnya berdasarkan usia. Lembaga Sensor Film (LSF) mengambil peran meneliti, menilai, dan mengklasifikasikan tayangan film berdasarkan kategori usia. Kategori film tersebut diantaranya film untuk kategori semua umur (SU), film untuk usia 13+, usia 17+, dan usia 21+. Dengan kategori tersebut, Naswardi berharap khalayak terutama penonton dapat melakukan gerakan sensor mandiri, yaitu mengakses dan menonton tayangan film sesuai dengan kategori usia yang telah ditetapkan.

“Kami mewakili Lembaga Sensor Film Indonesia terus menggiatkan kampanye literasi kepada masyarakat, terutama kepada penikmat film. Kami terus mengajak masyarakat, terutama hadirin agar sekiranya bisa melakukan sensor mandiri, yakni menikmati film-film yang ditayangkan sesuai dengan klasifikasi usia masing-masing”. Ujar Naswardi.

Bicara tentang pelaku perfilman, Yuliandre Darwis memaparkan dunia perfilman di Indonesia sesungguhnya memiliki potensi besar. Ketua KPI periode 2016 – 2019 ini mengungkapkan dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 280 juta jiwa, 60 juta jiwa diantaranya berpotensi menjadi penikmat film. Angka sebesar itu menurut Yuliandre dapat menggerakan perekonomian yang menyejahterakan masyarakat Indonesia. Namun, beliau melanjutkan, untuk meraih potensi tersebut, beberapa tantangan tengah menjadi perhatian. Tantangan tersebut diantaranya jumlah layar lebar di Indonesia yang masih terfokus di pulau Jawa dan belum merata, hingga sumber daya manusia atau orang-orang di balik layar yang menggerakan roda perfilman.

“Industri perfilman di Indonesia mampu melihat adanya potensi pasar. Penduduk Indonesia yang saat ini sebanyak 280 juta jiwa, sekitar 60 juta jiwa diantaranya merupakan penonton film. Satu produksi film menghasilkan satu karya yang bila penayangannya mampu tembus satu juta penonton saja, itu sudah bisa berpeluang menghasilkan profit. Tinggal lagi kita apakah dengan kemampuan yang dimiliki bisa diserap oleh rumah produksi pasca lulus dari perguruan tinggi”. Ujar Yuliandre.

Pada kesempatan ini, Yuliandre memberikan motivasi dan menyempatkan diri menampilkan satu karya trailer film yang ia produseri dengan judul Sang Pengadil. Dengan ikhtiar tersebut, Yuliandre mendorong agar ke depannya, industri perfilman Indonesia bisa digerakan dari kalangan lulusan perguruan tinggi dengan pengalaman dan portfolio produksi film yang mumpuni, yang sangat dibutuhkan oleh pangsa pasar kerja, terutama rumah-rumah produksi film.

Berita FISIP

Feed not found.